Dirham Fauzan Ibrahim

Selasa, 01 Januari 2013

Tentang Naskah Laut Mati


Pada era  Yunani kuno  beberapa orang Yahudi  berpendapat bahwa budaya orang Yunani menarik dan cocok dengan mereka. Terutama bagi orang-orang yang sering melakukan urusan perdagagan dan bisnis dengan bangsa Yunani. Banyak orang Yahudi kemudian mengalami Helenisasi yaitu menerapakan budaya dan bahasa Yunani.  Salah satu pengaruh Helenisasi adalah Septuagint.  Kitab Perjanjian Lama yang diterjemahkan kedalam bahasa Yunani untuk  keperluan masyarakat Yahudi perantauan di  Yunani dan Romawi. Kitab ini muncul pada tahun 200 SM.


Septuagint, kitab Perjanjian Lama berbahasa Yunani.

Keberadaan dua kitab dengan bahasa berbeda itu menimbulkan konflik antara Yahudi Ortodoks yang mengekalkan bahasa Ibrani – dan Yahudi yang berbahasa Helenis, yaitu kalangan yang tidak bisa lagi berbahasa Ibrani. Hal itu terlihat jelas dengan adanya Dewan Gereja Yavne atau Dewan Gereja Yamnia pada tahun 90-95 M. Salah satu keputusan penting dari Dewan Gereja Yamnia adalah penolakan naskah Perjanjian Lama berbahasa Yunani yang dikenal dengan nama  Septuaginta LXX.
Perbedaan pendapat antara Yahudi dan Romawi sering terjadi. Raja Antiochus  dari Yunani penguasa Jerussalem kala itu memihak kepada Yahudi Helenis. Pertetangan tersebut berlanjut dan memuncak pada tahun 70 M, saat para Yahudi berhaluan radikal yaitu kumpulan Zealot  melancarkan pemberontakan pertama Yahudi (66-70 M) terhadap penguasa Romawi. Kaum Zealot dikenal sebagai kelompok ekstrem Yahudi. Mereka berusaha mengembangkan dan melakukan gerakan perlawanan bersenjata terhadap Romawi. Asal usul kelompok ini dapat dilihat dikalangan Yahudi Makkabi (Judas Maccabee) yang pernah berjuang menetang pendudukan kerajaan Seleucid-Helenistik terhadap Jerussalem pada tahun 166-163 SM.
Josephus Flavius, sejarahwan Romawi berdarah Yahudi mengelompokkan pecahan Yahudi menjadi tiga.
  • Pharisees,
  • Sadducees,
  • Essenes.
Zealot adalah pecahan yang keempat. Dari sisi yang lain kelompok Yahudi Essenes mengambil sikap bertentangan dengan kaum Zealot. Mereka lebih senang menggunakan pendekatan damai dan pergi ke gurun yang sepi untuk membentuk kelompok yang terpisah. Kelompok ini mirip kehidupan monistik dan memiliki kesamaan dengan kelompok Sufi dalam Islam. Dalam dunia seperti itu muncullah aliran Kristen. Dari sudut pandang orang Romawi dan Yunani, Kristen dianggap sebagai salah satu cabang dari agama Yahudi.

 Pada tahun 66 M, saat kelompok Zealot semakin kuat mereka berhasil mengambil alih kekuasaan Jerussalem dari tentara Romawi. Tentara Romawi mengepung kuil Nabi Sulaiman (Solomon Temple) di Jerussalem selama empat tahun (66-70 M),  kelompok Zealot melarang semua orang Yahudi menyerahkan diri kepada pihak Roma yang sedang berkuasa. Mereka juga tidak segan-segan membunuh siapapun warga Yahudi yang mencoba melarikan diri keluar dari Jerussalem.
Ketika kesombongan Yahudi Zealot makin menjadi, tentara  Romawi semakin menunjukkan ketidaksabarannya. Adalah Jenderal Titus Flavius Vespasianus atau lebih dikenal dengan Titus panglima penaklukan Britain pada tahun 64 M. Sekali lagi pada tahun 70 M diundang khusus untuk menumpas pemberontakan Yahudi di Jerussalem. Di tahun ini pula Jerussalem dijajah dan diratakan dengan tanah, Haikal Sulaiman diratakan dengan tanah yang hanya menyisakan satu sisi dinding yang sekarang dikenal dengan sebutan Tembok Ratapan.

Titus.

Kepungan tersebut diakhiri dengan penyaliban ribuan orang Yahudi,  serta pembakaran, dan penjarahan. Kitab-kitab Yahudi dibakara, semua peralatan ibadat Yahudi dirampas dan dibawa ke Roma (relief yang menceritakan peristiwa itu ada pada Monumen Titus di Roma). Yahudi memasuki babak baru penindasan, baik di dalam Palestina maupun di luar Palestina.


Ketika Jerussalem dihancurkan oleh tentara Romawi, beberapa kelompok Yahudi Essenes dikabarkan selamat dan berlindung di dalam gua-gua di Qumran. Kemudian mereka membentuk kelompok masyarakat Yahudi di Qumran. Kemungkinan mereka berasal dari kalangan Yahudi murid-murid Nabi Yahya (John the Baptist).  Ketika bermukim di Qumran, kaum Essenes membuat salinan-salinan naskah Perjanjian Lama, tafsir ayat-ayat Perjanjian Lama, dan naskah-naskah yang berkaitan dengan kelompok itu sendiri. Kumpulan naskah itu kemudian terkenal dengan nama  Naskah Laut Mati (Dead Sea Scrolls), kumpulan naskah agama kaum Essenes yang tinggal di Qumran dan berasal dari abad ke-1 SM.

Gua-gua di Qumran tempat ditemukannya Dead Sea Scrolls

Gua Qumran berkaitan erat dengan Pegunungan Khirbet Qumran yang dihancurkan pada tahun 68 M ketika terjadi pemberontakan pertama Yahudi. Secara umum penelitian para arkeolog tentang barang-barang yang ditemukan di dalam gua itu menunjukkan tingkatan zaman. Contoh, sepotong linen yang diuji menggunakan Carbon-14  menunjukkan tarikh antara 167-233 M. Penggalian-penggalian di tempat itu menyimpulkan bahwa kemungkinan manuskrip-manuskrip di Qumran ditempatkan pada zaman pemberontakan pertama Yahudi,  yaitu pada tahun 66-70 M.

Rangkaian gua yang kedua berada di Wadi Murabba’at, memiliki sejarah tersendiri. Bermula pada tahun 1951 ketika orang Badwi menemukan empat gua di sebuah kawasan yang berjarak 20 kilometer sebelah selatan Qumran.  Penggalian berikutnya mengungkapkan bahwa gua-gua tersebut telah dihuni sejak 4000 SM hingga zaman Arab. Beberapa berfungsi sebagai tempat persembunyian pemberontak pada masa pemberontakan kedua Yahudi. Kutipan-kutipan naskah Perjanjian Lama juga ditemukan di gua ini. Meski tulisannya lebih modern daripada yang ditemukan di Qumran, secara kebetulan teks yang ditemukan dalam naskah itu sama dengan teks Masora (sejenis teks yang pada akhirnya menggantikan seluruh teks yang lain, yang menjadi dasar untuk perjanjian lama seperti sekarang ini). Sarjana Barat sepakat untuk menetapkan manuskrip-manuskrip ini dapat ditentukan tarikhnya dengan pasti yaitu pada zaman pemberontakan kedua Yahudi (132-135 M). Meski  masih ada beberapa pendapat yang meragukan ketetapan tarikh tersebut.


Naskah Dead Sea Scrolls

Kutipan Naskah Laut Mati yang berjudul “Ratapan Untuk Zion” jelas berisi sajak ratapan tentang kehancuran Jerussalem pada tahun 70 M karena dosa-dosa bangsa Israel  sendiri. Dari kutipan tersebut, terlihat bahwa inskripsi ini dan bagian lain dari Naskah Laut Mati dibuat setelah tahun 70 Masehi. 

Dalam keadaan yang  serba mencekam kala itu  agama Kristen pun terpecah menjadi dua kelompok. Kristen Pauline  yang bermahzab Helenis yang dipelopori oleh Paulus. Dan Kristen Yahudi yang dipelopori oleh saudara Nabi Isa yang bernama Yakobus bin Yusuf. Dalam perkembangannya Kristen Yahudi (Judeo Kristen) dikalahkan oleh Kristen Pauline yang dekat dengan penguasa. Hingga sekitar tahun 300-an kaisar Roma menjadikan agama kristen mazhab Pauline menjadi agama resmi negara. Dengan latar belakang keadaan yang seperti itu, terbentuklah kitab Perjanjian Baru.

Sumber: Jejak Yakjuj Makjuj Dalam Inskripsi Yahudi (Wisnu Sasongko)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar